Minggu, 27 Desember 2015

KOMPONEN PERLENGKAPAN KAPAL PERIKANAN


Kapal-kapal perikanan secara umum harus memiliki perlengkapan (mekanik dan manual) baik yang disyaratkan oleh aturan keselamatan kapal maupun yang dibutuhkan sesuai dengan jenis kegiatannya. Perlengkapan tersebut terdiri dari perlengkapan primer dan perlengkapan sekunder. Perlengkapan primer adalah semua peralatan kapal yang diwajibkan oleh aturan keselamatan kapal dan peralatan lain yang fungsinya tidak dapat digantikan dengan perlengkapan lainnya kecuali dalam keadaan mendesak, sedangkan perlengkapan sekunder adalah semua peralatan yang dianjurkan oleh aturan keselamatan kapal dan peralatan kerja lain yang fungsinya dapat digantikan oleh peralatan lainnya. Perlengkapan yang disyaratkan oleh aturan keselamatan kapa wajib memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh PT. Klasifikasi Indonesia (PTKI) atau badan-badan sertifikasi internasional lainnya.

Secara umum kapal perikanan memiliki perlengkapan sebagai berikut:
1. Perlengkapan pengisyaratan
2. Perlengkapan navigasi
   a) Lampu Navigasi
   b) Penentuan Posisi Kapal
3. Perlengkapan komunikasi
4. Perlengkapan Kemudi beserta penataannya
5. Perlengkapan Keselamatan
   a) Perlengkapan keselamatan
   b) Perlengkapan pemadam kebakaran
6. Perlengkapan Dek
   a) Perlengkapan sandar labuh
   b) Perlengkapan bongkar muat
   c) Perlengkapan penangkapan Ikan
  • Perlengkapan operasi penangkapan ikan
  • Perlengkapan penanganan ikan hasil tangkapan
  • Perlengkapan perawatan alat penangkap ikan
d) Perlengkapan perawatan kapal
7. Perlengkapan Akomodasi
   a) Perlengkapan ruang akomodasi
   b) Perlengkapan sanitasi
   c) Perlengkapan dapur
   d) Perlengkapan kesehatan
8. Perlengkapan Kamar Mesin


SERTIFIKAT DAN SURAT-SURAT KAPAL

Sebuah kapal agar dapat beroperasional dengan baik dan aman, harus dilengkapi dengan surat-surat kapal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terdapat beberapa macam sertifikat kapal, yg keberadaannya merupakan persyaratan bagi kapal yg bersangkutan sesuai dg peruntukannya. Jenis-jenis sertifikat tersebut adalah :
A. SERTIFIKAT KAPAL
1. Sertifikat Kesempurnaan
- Ialah sertifikat yg diberikan untuk kapal yang telah memenuhi persyaratan keselamatan untuk berlayar. Keselamatan tersebut adalah dalam hal : badan kapal, perlengkapan kapal, penataan kemudi, sarana pemadam kebakaran, alat-alat berlabuh jangkar, dan lain-lain ;
- Berlaku bagi semua kapal yang berlayar di laut ;
- Untuk Indonesia, terdapat sertifikat kelas yang dikeluarkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), khususnya bagi kapal-kapal yang berukuran isi kotor 100 m3 atau lebih.
Sertifikat Kesempurnaan dikeluarkan untuk :
- Pelayaran di semua lautan ;
- Pelayaran antar pelabuhan Asia Tenggara ;
- Bagian tertentu yang ditunjuk dari daerah pelayaran antara pelabuhan Asia Tenggara ;
Sertifikat Kesempurnaan tidak berlaku lagi jika :
- Kapal yg diklasifikasikan pada biro klasifikasi yang diakui, dirobah kelasnya atau dicoret dari daftar ;
- Karena masa berlakunya telah habis untuk mana sertifikat diberikan atau tidak memenuhi syarat yang ditentukan untuk mengeluarkan atau mempertahankan sertifikat itu ;
- Karena diserahkannya sertifikat kesempurnaan yang baru ;
- Jika sertifikat itu berdasar pasal 36 (4) sudah tidak berlaku selama satu tahun ;
- Jika kapal tidak termasuk golongan kapal-kapal untuk mana Ordonansi Kapal-kapal 1935 berlaku.
- Jika kapal dirombak, tetapi perombakan yang tidak berarti dan tidak berpengaruh terhadap stabilitas kapal dan lambung timbul, maka Direktur Jenderal Perhubungan Laut atau Pengawas Keselamatan kapal, dapat mempertahankan sertifikat tersebut.
- Jika nama (atau tanda huruf atau nomor) kapal berubah.
2. Sertifikat Keselamatan
- Diberikan khusus bagi kapal penumpang pelayaran internasional ;
- Berlaku tidak lebih dari 1 (satu) tahun ;
- Dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
Sertifikat Keselamatan tidak berlaku lagi :
- Jika sertifikat kesempurnaan tidak berlaku lagi ;
- Karena masa berlakunya untuk mana sertifikat dikeluarkan telah habis ;
- Karena diserahkannya sertifikat keselamatan yang baru ;
- Jika kapal tidak termasuk dalam golongan kapal-kapal untuk mana ordonansi Kapal-kapal 1935 berlaku ;
- Jika nama (atau tanda huruf atau nomor) kapal berubah.
Jika Sertifikat Keselamatan tidak berlaku lagi, sedangkan kapal itu ada di luar Indonesia, kecuali di Pelabuhan Singapura dan Malaysia, maka masa berlakunya dapat diperpanjang untuk memungkinkan kapal kembali ke Indonesia guna mengakhiri pelayarannya.
3. Sertifikat Keselamatan Radio
- Diberikan khusus bagi kapal barang yang memiliki radio komunikasi ;
- Berlaku tidak lebih dari 1 (satu) tahun.
4. Sertifikat Lambung Timbul
- Merupakan sertifikat yang memuat sampai batas mana kapal boleh dimuati, dan berapa daya apung cadangannya ;
- Diperuntukkan bagi semua kapal yang berlayar di laut ;
- Berlaku tdk lebi dari 5 (lima) tahun.
5. Sertifikat Muatan Kayu
- Diperuntukkan bagi kapal-kapal yang memuat kayu sebagai muatan geladaknya ;
- Berlaku tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
6. Sertifikat Penumpang
- Diperuntukkan bagi kapal-kapal yang mengangkut penumpang lebih dari 12 orang ;
- Berlaku selama 1 (satu) tahun.
7. Sertifikat Pembebasan
- Diperuntukkan bagi kapal dalam pelayaran internasional yang mendapat beberapa pembebasan terhadap ketentuan-ketentuan Perjanjian Keselamatan Laut Internasional 1929, yaitu terhadap bangunan, alat penolong, dan radio telegrap.
- Berlaku tidak lebih dari 1 (satu) tahun.
B. SURAT LAUT DAN PAS KAPAL
Menurut Beslit 1934, terdapat 4 (empat) macam tanda kebangsaan kapal, yaitu : Surat Laut, Pas Kapal, Surat Laut Sementara, dan Surat Ijin Berlayar. Tanpa Surat Laut dan Pas Kapal, kapal Indonesia tidak berwenang mengibarkan bendera Indonesia.
1. Surat Laut
Merupakan tanda kebangsaan bagi kapal Indonesia dengan isi kotor 500 m3 atau lebih, bukan kapal nelayan atau kapal pesiar.
Isi Surat Laut adalah :
- Nama kapal;
- Nama Pemilik Kapal dan Nakhoda ;
- Isi bersih/kotor menurut Surat Ukur ;
- Keterangan menurut Surat Pendaftaran Kapal ;
- Nama panggilan Kapal (berdasarkan Buku Insyarat Internasional).
Surat Laut dinyatakan gugur apabila :
- Kapal dirucat ;
- Kapal tenggelam ;
- Kapal dirampas oleh bajak laut/musuh ;
- Kapal dipakai untuk membajak di laut, pantai atau sungai ;
- Diberikan kebangsaan lain bagi kapal tersebut ;
- Nama kapal diganti.
2. Surat Laut Sementara
Adalah Surat Laut yang dikeluarkan bagi kapal Indonesia yang dibuat di Luar Negeri (oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia) dengan maksud agar kapal tersebut dapat dilayarkan ke Indonesia. Surat Laut Sementara berlaku paling lama 1 (satu) tahun.
3. Pas Kapal, diberikan kepada kapal yang tidak dapat diberi Surat Laut. Terdapat 2 (dua) macam Pas Kapal, yaitu :
a. Pas Tahunan, tanda kebangsaan kapal Indonesia yang diberikan kepada kapal yang isi kotornya 20 m3 atau lebih dan kurang dari 500 m3, yang bukan kapal nelayan laut atau kapal pesiar. Pas Tahunan berlaku selama 12 bulan hingga 15 bulan.
b. Pas Kecil atau Pas Biru, diberikan kepada kapalyang isi kotornya kurang dari 20 m3, kapal nelayan laut dan kapal pesiar. Pas Kecil setiap tahun harus dilaporkan kepada Pejabat berwenang (Syahbandar).
C. SURAT UKUR
Surat Ukur merupakan surat keterangan yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang bagian pengukuran mengenai besarnya kapal.
1). Isi Surat Ukur adalah :
- Nama kapal ;
- Tempat asal kapal ;
- Banyaknya geladak, tiang, dasar ganda, tangki tolak bara ;
- Ukuran pokok kapal : panjang, lebar, dalam ;
- Rincian dari isi kotor (bruto) dan isi bersih (netto) dalam meter kubik dan Register Ton ;
- Pengurangan guna mendapatkan isi bersih.
2). Ruang-ruang yang tidak termasuk dalam pengukuran adalah :
- Ruang dasar ganda, dan tangki-tangki ceruk muka/belakang yang dipakai khusus untuk tolak bara ;
- Ruang-ruang yang dibatasi oleh kepala palka ;
- Bangunan atas yang terbuka dan tidak tertutup dengan pintu-pintu ;
- Kamar-kamar mandi / WC umum ;
- Anjungan dan rongga diatas kamar mesin.
3). Pengukuran isi kotor meliputi :
- Isi kapal dibawah geladak ukur ;
- Isi kapal antara geladak ukur dan geladak ketiga ;
- Isi semua ruangan tetap di geladak atas yang dapat ditutup rapat.
4). Isi bersih = isi kotor dikurangi dengan :
- Ruangan mesin, ketel uap, terowongan poros baling-baling ;
- Semua ruangan yang dipakai oleh awak kapal ;
- Ruangan Nakhoda, kamar peta dan kamar radio ;
Gudang-gudang, ceruk rantai, ruang mesin kemudi.
Referensi :
- Capt. HR Soebekti. Hukum Perkapalan dan Pengangkutan Laut (Untuk Mualim dan Ahli Mesin Kapal Pelayaran Niaga).
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) 1935.
- SOLAS 1974

Minggu, 27 September 2015

ILMU KAMPUS VS KEARIFAN LOKAL DALAM PERSPEKTIF PENYULUHAN PERIKANAN

Penyuluhan perikanan kerap kali dipersepsikan dengan mengajarkan/meyampaikan suatu informasi perikanan kepada masyarakat pelaku utama atau orang yang hendak akan berusaha di bidang usaha perikanan yang dianggap belum tahu atau tidak tahu sama sekali. Padahal beberapa diantara mereka (palaku utama usaha perikanan) sudah lebih familiar (berpengalaman) dalam melakukan usaha perikanan beserta pengentasan masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaannya.
Tidak salah memang ilmu yang diperoleh oleh penyuluh perikanan di sekolah atau di kampus pada saat menempuh pendidikan di bangku sekolah/kuliah, tetapi pada saat pelaksanaannya (melakukan langsung usaha perikanan) ternyata banyak masalah yang tidak terpelajari sebelumnya. Pada saat itu, disadari bahwa pelajaran yang diperoleh di sekolah/kampus hanya merupakan dasar-dasar pemahaman ilmiah yang bersifat umum. Permasalah yang timbul dalam pelaksanaannya umumnya sangat terkait dengan kondisi/karakteristik wilayah usaha seperti kontur geografis, kualitas air setempat, kebudayaan masayakat, sosial ekonomi masyarakat dan tingkat pemahaman serta kemauan masyarakat daerah tersebut.
Pada beberapa kasus, orang desa atau orang kampung telah terbukti secara efisien memanfaatkan ruang untuk usaha perikanan mereka dengan keanekaragaman yang tinggi sehingga stabilitas lingkungan terjaga. Banyak yang bisa diadopsi dari mereka, seperti perinsip reduce, reuse dan recycle serta bagaimana mereka dalam menjalankan usaha melibatkan anggota keluarga sehingga lebih ekonomis tetapi manguntungkan. Sebagai contoh pengolahan ikan seperti kerupuk ikan, nugget, abon, bandeng presto, terasi/belacan dan bentuk olahan masyarakat desa/kampung lainnya sudah berhasil menembus pasar nasional bahkan internasional hanya dengn sedikit pembinaan dari pemerintahan setempat. Dimana tidak ada produk sampingan ikan olahan yang terbuang percuma alias semua termanfaatkan dan memberikan nilai tambah secara ekonomi dengan sedikit sentuhan pengolahan. Contoh lain, pembudidaya udang asal Kab.Langkat telah berhasil mengembangkan budidaya udang vaname di pekarangan rumah mereka yang jaraknya 10-15 km dari pesisir dengan memanfaatkan sumur bor sebagai sumber air. Analisis sementara keuntungan yang diperoleh untuk lusa 7 rante tambak (7 x 400 m2 = 2.800 m2), 1 siklus menghasilkan ± Rp.35 juta. Usaha tersebut awalnya dilakukan tanpa ada binaan dari penyuluh atau coba-coba dan ternyata berbuah manis.
Dibidang penangkapan ikan, nelayan kampung lebih tahu posisi dan keberadaan ikan dengan pengalamnnya dibanding seorang sarjana perikanan pada saat melakukan usaha penangkapan ikan di laut. Begitu juga dengan menentukan posisi jaring yang beberapa jam atau hari sebelumnya sudah dipasanag, tanpa menggunakan global positioning system (GPS) nelayan kampung dapat dengan cepat dan tepat menemukan kembali posisi jaring tersebut dengan memanfaatkan tanda-tanda alam sekitar serta filing. Jadi jangan pernah malu belajar dari orang kampung.
Walaupun produk, pengetahunan, pengalaman dan keterampilan pelaku usaha dari kampung  lebih hebat bahkan bisa lebih hebat dari standar internasional sekalipun, tetapi mereka tetap orang kampung di Indonesia. Disadari atau tidak oleh alumnus kampus/sekolah, menulis karya ilmiah berstandar nasional atau internasional tidak lebih mudah dengan menjadi Pembina kelompok sutu desa/kelurahan. Dinamika yang timbul dari setiap orang dalam kelompok menambah khasanah keilmuan yang berbeda pula. Kini saatnya penyuluh perikanan bukan sebagai guru bagi pelaku usaha tetapi sebagai mitra sehingga terbina hubungan saling belajar dan bertukar informasi untuk kemajuan bersama antar pelaku usaha dan penyuluh perikanan.

Sumber : Markus Sembiring,S.Pi.,M.I.L (Penyuluh Perikanan Muda) Melalui Pusat Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Senin, 07 September 2015

Perikanan Skala Kecil Tulang Punggung Perekonomian Nelayan

http://www.djpt.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1697/Perikanan-Skala-Kecil-Tulang-Punggung-Perekonomian-Nelayan/?c=Berita-DJPT&category_id=1

Bali (24/8) - Indonesia sebagai negara maritim yang dianugerahi sumber daya perikanan terbesar di kawasan Asia Tenggara didominasi 85% nelayan skala kecil. Untuk mewujudkan perubahan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian dengan fokus utama menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, pemerintahan Jokowi – JK mempunyai dua misi utama, yaitu sumber daya maritim patut dijaga sebagai kedaulatan wilayah dan Indonesia sebagai negara maritim yang mandiri, maju, dan kuat.
                  Berangkat dari hal tersebut diperlukan percepatan pembangunan yang bertujuan menjadikan perikanan skala kecil (small scale fisheries) sebagai front liner pengelolaan perikanan nasional yang melibatkan aspek kepemilikan, modalitas, sosial, gender, dan aspek lain yang menjamin HAM dan antisipasi kerentanan pada perubahan iklim dan bencana alam (Climate Change and Natural Disaster).
            Perikanan skala kecil di Indonesia memiliki andil yang besar dalam mendukung pembangunan di sektor kelautan dan perikanan. Oleh karenanya, sudah selayaknya pemerintah memberikan perhatian yang lebih untuk memperkuat usaha perikanan tangkap skala kecil agar lebih maju, mandiri, dan berkelanjutan. Dukungan pemerintah melalui stimulus fiskal, moneter, maupun intervensi kebijakan lainnya tentu saja dibutuhkan untuk menggerakkan usaha perikanan rakyat agar lebih bergeliat dan mampu meningkatkan kesejahteraan jutaan keluarga nelayan 
              Pendekatan pembangunan untuk penguatan perikanan skala kecil harus diarahkan antara lain pada: (i) penguatan sarana dan prasarana usaha agar memadai dan meningkatkan akses terhadap sumber daya, (ii) penguatan penguasaan teknologi dan keterampilan agar produktivitas usaha perikanan skala kecil dapat meningkat, (iii) penguatan akses permodalan dan akses pasar agar daya saingnya meningkat, (iv) penguatan jaminan dan perlindungan agar usaha terjamin dan berkelanjutan, (v) peningkatan kesejahteraan pelaku utama. Dalam proses penguatan perikanan skala kecil tersebut, perencanaan pembangunan harus difokuskan pada upaya untuk meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan kecil.

The Southeast Asia Regional Consultation Workshop
         Dengan diadopsinya instrumen internasional “Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-Scale Fisheries in The Context of Food Security and Poverty Eradication” pada bulan Juni 2014, maka pada 24 – 27 Agustus 2015 bersama-sama dengan FAO, BOBLME, SEAFDEC dan GEF, Indonesia menggagas penyelenggaraan kegiatanThe Southeast Asia Regional Consultation Workshop, sebagai bagian dari harmonisasi Voluntary Guideline on SSF di kawasan regional Asia Tenggara.
            Workshop yang dihelat di Ramada Bintang Bali Resort ini dihadiri oleh 86 undangan yang melibatkan 10 negara Asia Tenggara, antara lain Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, Timor Leste, Vietnam  dan Jepang.  Workshopjuga dihadiri sejumlah perwakilan akademisi dan Civil Society Organization (CSO) bidang perikanan di kawasan regional serta berbagai perwakilan organisasi internasional,serta perwakilan beberapa Kementerian/Lembaga.
          Dalam sambutan Menteri Kelautan dan Perikanan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT),dijelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi keseluruhan permasalahan perikanan skala kecil (common problems) serta menginventarisir key factors untuk kemudian dapat membangun visi, prioritas, tujuan serta framework kerangka aksi regional  (Regional Plan of Action/RPOA) yang bersifat konkrit, spesifik dan  praktis untuk dapat segera dilaksanakan dengan keterlibatan seluruh dimensi yang terkait dengan pengelolaan perikanan skala kecil. 
           Dalam tataran regional, diharapkan agar hasil kegiatan ini dapat menjadi acuan pada upaya-upaya pengelolaan perikanan skala kecil di tingkat nasional masing-masing negara,  sekaligus merupakan input yang signifikan dan acuan bagi berbagai upaya tindak lanjut kegiatan kerjasama di level regional, baik yang akan dilaksanakan oleh FAO, SEAFDEC, BOBLME dan organisasi lainnya.
       Sudah selayaknya perikanan skala kecil merupakan aktor sekaligus benefactory object dari pembangunan perikanan negara-negara Asia Tenggara dengan melibatkan dimensi sosial ekonomi yang lebih luas, termasuk penjaminan hak-hak nelayan, kesetaraan gender, serta perlindungan dan keselamatan nelayan.
         Masalah mendasar pembangunan perikanan di banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah adanya bisnis perikanan dengan keberpihakan yang lebih menguntungkan pihak pemodal (capital ownership). Dipadu dengan lemahnya sistem tata kelola perikanan, hal ini menyebabkan tumbuh suburnya praktek IUU Fishing yang menyumbangkan kerugian negara sebesar US $ 30 Milyar.
         Dalam mengatasi tantangan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengambil beberapa langkah strategis, diantarannya adalah menjadikan upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan kedalam legislasi nasional melalui penyusunan Undang-Undang khusus untuk perlindungan dan pemberdayaan nelayan skala kecil.
Proses legislasi ini telah diinisiasi oleh Parlemen sejak tahun 2014. Dengan pengadopsian instrumen internasional untuk perikanan skala kecil membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan berkepentingan untuk mengadopsi substansi instrumen tersebut kedalam draft National Plan of Action on Small Scale Fisheries (NPOA-SSF) Indonesia. 
          Rencana aksi yang terdapat dalam draft NPOA-SSF Indonesia telah dibangun melalui serangkaian proses akademis dan konsultasi yang partisipatif serta disintesis dari berbagai regulasi dan kebijakan yang ada, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.
    Diharapkan dengan penyelenggaraan regional consultation workshop ini dapat menegaskan posisi Indonesia yang berkomitmen dalam memajukan pembangunan dan pengelolaan perikanan skala kecil di kawasan negara-negara Asia Tenggara, serta dapat mengidentifikasi masalah perikanan skala kecil dan dapat merumuskan kerangka kerja (framework) implementasi rencana aksi yang lebih konkrit dan spesifik yang  dapat langsung mengatasi akar permasalahan untuk peningkatan kesejahteran nelayan-nelayan kecil yang lebih baik kedepannya. Sehingga dapat tercapai ketahanan pangan dan perbaikan perekonomian nelayan, khususnya di Indonesia.