Penyuluhan perikanan kerap kali dipersepsikan dengan mengajarkan/meyampaikan suatu informasi perikanan kepada masyarakat pelaku utama atau orang yang hendak akan berusaha di bidang usaha perikanan yang dianggap belum tahu atau tidak tahu sama sekali. Padahal beberapa diantara mereka (palaku utama usaha perikanan) sudah lebih familiar (berpengalaman) dalam melakukan usaha perikanan beserta pengentasan masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaannya.
Tidak salah memang ilmu yang diperoleh oleh penyuluh perikanan di sekolah atau di kampus pada saat menempuh pendidikan di bangku sekolah/kuliah, tetapi pada saat pelaksanaannya (melakukan langsung usaha perikanan) ternyata banyak masalah yang tidak terpelajari sebelumnya. Pada saat itu, disadari bahwa pelajaran yang diperoleh di sekolah/kampus hanya merupakan dasar-dasar pemahaman ilmiah yang bersifat umum. Permasalah yang timbul dalam pelaksanaannya umumnya sangat terkait dengan kondisi/karakteristik wilayah usaha seperti kontur geografis, kualitas air setempat, kebudayaan masayakat, sosial ekonomi masyarakat dan tingkat pemahaman serta kemauan masyarakat daerah tersebut.
Pada beberapa kasus, orang desa atau orang kampung telah terbukti secara efisien memanfaatkan ruang untuk usaha perikanan mereka dengan keanekaragaman yang tinggi sehingga stabilitas lingkungan terjaga. Banyak yang bisa diadopsi dari mereka, seperti perinsip reduce, reuse dan recycle serta bagaimana mereka dalam menjalankan usaha melibatkan anggota keluarga sehingga lebih ekonomis tetapi manguntungkan. Sebagai contoh pengolahan ikan seperti kerupuk ikan, nugget, abon, bandeng presto, terasi/belacan dan bentuk olahan masyarakat desa/kampung lainnya sudah berhasil menembus pasar nasional bahkan internasional hanya dengn sedikit pembinaan dari pemerintahan setempat. Dimana tidak ada produk sampingan ikan olahan yang terbuang percuma alias semua termanfaatkan dan memberikan nilai tambah secara ekonomi dengan sedikit sentuhan pengolahan. Contoh lain, pembudidaya udang asal Kab.Langkat telah berhasil mengembangkan budidaya udang vaname di pekarangan rumah mereka yang jaraknya 10-15 km dari pesisir dengan memanfaatkan sumur bor sebagai sumber air. Analisis sementara keuntungan yang diperoleh untuk lusa 7 rante tambak (7 x 400 m2 = 2.800 m2), 1 siklus menghasilkan ± Rp.35 juta. Usaha tersebut awalnya dilakukan tanpa ada binaan dari penyuluh atau coba-coba dan ternyata berbuah manis.
Dibidang penangkapan ikan, nelayan kampung lebih tahu posisi dan keberadaan ikan dengan pengalamnnya dibanding seorang sarjana perikanan pada saat melakukan usaha penangkapan ikan di laut. Begitu juga dengan menentukan posisi jaring yang beberapa jam atau hari sebelumnya sudah dipasanag, tanpa menggunakan global positioning system (GPS) nelayan kampung dapat dengan cepat dan tepat menemukan kembali posisi jaring tersebut dengan memanfaatkan tanda-tanda alam sekitar serta filing. Jadi jangan pernah malu belajar dari orang kampung.
Walaupun produk, pengetahunan, pengalaman dan keterampilan pelaku usaha dari kampung lebih hebat bahkan bisa lebih hebat dari standar internasional sekalipun, tetapi mereka tetap orang kampung di Indonesia. Disadari atau tidak oleh alumnus kampus/sekolah, menulis karya ilmiah berstandar nasional atau internasional tidak lebih mudah dengan menjadi Pembina kelompok sutu desa/kelurahan. Dinamika yang timbul dari setiap orang dalam kelompok menambah khasanah keilmuan yang berbeda pula. Kini saatnya penyuluh perikanan bukan sebagai guru bagi pelaku usaha tetapi sebagai mitra sehingga terbina hubungan saling belajar dan bertukar informasi untuk kemajuan bersama antar pelaku usaha dan penyuluh perikanan.
Thxs sudah mengutip tulisan saya serta mencantumkan sumbernya(Markus sembiring)
BalasHapus