Minggu, 27 September 2015

ILMU KAMPUS VS KEARIFAN LOKAL DALAM PERSPEKTIF PENYULUHAN PERIKANAN

Penyuluhan perikanan kerap kali dipersepsikan dengan mengajarkan/meyampaikan suatu informasi perikanan kepada masyarakat pelaku utama atau orang yang hendak akan berusaha di bidang usaha perikanan yang dianggap belum tahu atau tidak tahu sama sekali. Padahal beberapa diantara mereka (palaku utama usaha perikanan) sudah lebih familiar (berpengalaman) dalam melakukan usaha perikanan beserta pengentasan masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaannya.
Tidak salah memang ilmu yang diperoleh oleh penyuluh perikanan di sekolah atau di kampus pada saat menempuh pendidikan di bangku sekolah/kuliah, tetapi pada saat pelaksanaannya (melakukan langsung usaha perikanan) ternyata banyak masalah yang tidak terpelajari sebelumnya. Pada saat itu, disadari bahwa pelajaran yang diperoleh di sekolah/kampus hanya merupakan dasar-dasar pemahaman ilmiah yang bersifat umum. Permasalah yang timbul dalam pelaksanaannya umumnya sangat terkait dengan kondisi/karakteristik wilayah usaha seperti kontur geografis, kualitas air setempat, kebudayaan masayakat, sosial ekonomi masyarakat dan tingkat pemahaman serta kemauan masyarakat daerah tersebut.
Pada beberapa kasus, orang desa atau orang kampung telah terbukti secara efisien memanfaatkan ruang untuk usaha perikanan mereka dengan keanekaragaman yang tinggi sehingga stabilitas lingkungan terjaga. Banyak yang bisa diadopsi dari mereka, seperti perinsip reduce, reuse dan recycle serta bagaimana mereka dalam menjalankan usaha melibatkan anggota keluarga sehingga lebih ekonomis tetapi manguntungkan. Sebagai contoh pengolahan ikan seperti kerupuk ikan, nugget, abon, bandeng presto, terasi/belacan dan bentuk olahan masyarakat desa/kampung lainnya sudah berhasil menembus pasar nasional bahkan internasional hanya dengn sedikit pembinaan dari pemerintahan setempat. Dimana tidak ada produk sampingan ikan olahan yang terbuang percuma alias semua termanfaatkan dan memberikan nilai tambah secara ekonomi dengan sedikit sentuhan pengolahan. Contoh lain, pembudidaya udang asal Kab.Langkat telah berhasil mengembangkan budidaya udang vaname di pekarangan rumah mereka yang jaraknya 10-15 km dari pesisir dengan memanfaatkan sumur bor sebagai sumber air. Analisis sementara keuntungan yang diperoleh untuk lusa 7 rante tambak (7 x 400 m2 = 2.800 m2), 1 siklus menghasilkan ± Rp.35 juta. Usaha tersebut awalnya dilakukan tanpa ada binaan dari penyuluh atau coba-coba dan ternyata berbuah manis.
Dibidang penangkapan ikan, nelayan kampung lebih tahu posisi dan keberadaan ikan dengan pengalamnnya dibanding seorang sarjana perikanan pada saat melakukan usaha penangkapan ikan di laut. Begitu juga dengan menentukan posisi jaring yang beberapa jam atau hari sebelumnya sudah dipasanag, tanpa menggunakan global positioning system (GPS) nelayan kampung dapat dengan cepat dan tepat menemukan kembali posisi jaring tersebut dengan memanfaatkan tanda-tanda alam sekitar serta filing. Jadi jangan pernah malu belajar dari orang kampung.
Walaupun produk, pengetahunan, pengalaman dan keterampilan pelaku usaha dari kampung  lebih hebat bahkan bisa lebih hebat dari standar internasional sekalipun, tetapi mereka tetap orang kampung di Indonesia. Disadari atau tidak oleh alumnus kampus/sekolah, menulis karya ilmiah berstandar nasional atau internasional tidak lebih mudah dengan menjadi Pembina kelompok sutu desa/kelurahan. Dinamika yang timbul dari setiap orang dalam kelompok menambah khasanah keilmuan yang berbeda pula. Kini saatnya penyuluh perikanan bukan sebagai guru bagi pelaku usaha tetapi sebagai mitra sehingga terbina hubungan saling belajar dan bertukar informasi untuk kemajuan bersama antar pelaku usaha dan penyuluh perikanan.

Sumber : Markus Sembiring,S.Pi.,M.I.L (Penyuluh Perikanan Muda) Melalui Pusat Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Senin, 07 September 2015

Perikanan Skala Kecil Tulang Punggung Perekonomian Nelayan

http://www.djpt.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1697/Perikanan-Skala-Kecil-Tulang-Punggung-Perekonomian-Nelayan/?c=Berita-DJPT&category_id=1

Bali (24/8) - Indonesia sebagai negara maritim yang dianugerahi sumber daya perikanan terbesar di kawasan Asia Tenggara didominasi 85% nelayan skala kecil. Untuk mewujudkan perubahan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian dengan fokus utama menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, pemerintahan Jokowi – JK mempunyai dua misi utama, yaitu sumber daya maritim patut dijaga sebagai kedaulatan wilayah dan Indonesia sebagai negara maritim yang mandiri, maju, dan kuat.
                  Berangkat dari hal tersebut diperlukan percepatan pembangunan yang bertujuan menjadikan perikanan skala kecil (small scale fisheries) sebagai front liner pengelolaan perikanan nasional yang melibatkan aspek kepemilikan, modalitas, sosial, gender, dan aspek lain yang menjamin HAM dan antisipasi kerentanan pada perubahan iklim dan bencana alam (Climate Change and Natural Disaster).
            Perikanan skala kecil di Indonesia memiliki andil yang besar dalam mendukung pembangunan di sektor kelautan dan perikanan. Oleh karenanya, sudah selayaknya pemerintah memberikan perhatian yang lebih untuk memperkuat usaha perikanan tangkap skala kecil agar lebih maju, mandiri, dan berkelanjutan. Dukungan pemerintah melalui stimulus fiskal, moneter, maupun intervensi kebijakan lainnya tentu saja dibutuhkan untuk menggerakkan usaha perikanan rakyat agar lebih bergeliat dan mampu meningkatkan kesejahteraan jutaan keluarga nelayan 
              Pendekatan pembangunan untuk penguatan perikanan skala kecil harus diarahkan antara lain pada: (i) penguatan sarana dan prasarana usaha agar memadai dan meningkatkan akses terhadap sumber daya, (ii) penguatan penguasaan teknologi dan keterampilan agar produktivitas usaha perikanan skala kecil dapat meningkat, (iii) penguatan akses permodalan dan akses pasar agar daya saingnya meningkat, (iv) penguatan jaminan dan perlindungan agar usaha terjamin dan berkelanjutan, (v) peningkatan kesejahteraan pelaku utama. Dalam proses penguatan perikanan skala kecil tersebut, perencanaan pembangunan harus difokuskan pada upaya untuk meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan kecil.

The Southeast Asia Regional Consultation Workshop
         Dengan diadopsinya instrumen internasional “Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-Scale Fisheries in The Context of Food Security and Poverty Eradication” pada bulan Juni 2014, maka pada 24 – 27 Agustus 2015 bersama-sama dengan FAO, BOBLME, SEAFDEC dan GEF, Indonesia menggagas penyelenggaraan kegiatanThe Southeast Asia Regional Consultation Workshop, sebagai bagian dari harmonisasi Voluntary Guideline on SSF di kawasan regional Asia Tenggara.
            Workshop yang dihelat di Ramada Bintang Bali Resort ini dihadiri oleh 86 undangan yang melibatkan 10 negara Asia Tenggara, antara lain Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, Timor Leste, Vietnam  dan Jepang.  Workshopjuga dihadiri sejumlah perwakilan akademisi dan Civil Society Organization (CSO) bidang perikanan di kawasan regional serta berbagai perwakilan organisasi internasional,serta perwakilan beberapa Kementerian/Lembaga.
          Dalam sambutan Menteri Kelautan dan Perikanan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT),dijelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi keseluruhan permasalahan perikanan skala kecil (common problems) serta menginventarisir key factors untuk kemudian dapat membangun visi, prioritas, tujuan serta framework kerangka aksi regional  (Regional Plan of Action/RPOA) yang bersifat konkrit, spesifik dan  praktis untuk dapat segera dilaksanakan dengan keterlibatan seluruh dimensi yang terkait dengan pengelolaan perikanan skala kecil. 
           Dalam tataran regional, diharapkan agar hasil kegiatan ini dapat menjadi acuan pada upaya-upaya pengelolaan perikanan skala kecil di tingkat nasional masing-masing negara,  sekaligus merupakan input yang signifikan dan acuan bagi berbagai upaya tindak lanjut kegiatan kerjasama di level regional, baik yang akan dilaksanakan oleh FAO, SEAFDEC, BOBLME dan organisasi lainnya.
       Sudah selayaknya perikanan skala kecil merupakan aktor sekaligus benefactory object dari pembangunan perikanan negara-negara Asia Tenggara dengan melibatkan dimensi sosial ekonomi yang lebih luas, termasuk penjaminan hak-hak nelayan, kesetaraan gender, serta perlindungan dan keselamatan nelayan.
         Masalah mendasar pembangunan perikanan di banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah adanya bisnis perikanan dengan keberpihakan yang lebih menguntungkan pihak pemodal (capital ownership). Dipadu dengan lemahnya sistem tata kelola perikanan, hal ini menyebabkan tumbuh suburnya praktek IUU Fishing yang menyumbangkan kerugian negara sebesar US $ 30 Milyar.
         Dalam mengatasi tantangan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengambil beberapa langkah strategis, diantarannya adalah menjadikan upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan kedalam legislasi nasional melalui penyusunan Undang-Undang khusus untuk perlindungan dan pemberdayaan nelayan skala kecil.
Proses legislasi ini telah diinisiasi oleh Parlemen sejak tahun 2014. Dengan pengadopsian instrumen internasional untuk perikanan skala kecil membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan berkepentingan untuk mengadopsi substansi instrumen tersebut kedalam draft National Plan of Action on Small Scale Fisheries (NPOA-SSF) Indonesia. 
          Rencana aksi yang terdapat dalam draft NPOA-SSF Indonesia telah dibangun melalui serangkaian proses akademis dan konsultasi yang partisipatif serta disintesis dari berbagai regulasi dan kebijakan yang ada, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.
    Diharapkan dengan penyelenggaraan regional consultation workshop ini dapat menegaskan posisi Indonesia yang berkomitmen dalam memajukan pembangunan dan pengelolaan perikanan skala kecil di kawasan negara-negara Asia Tenggara, serta dapat mengidentifikasi masalah perikanan skala kecil dan dapat merumuskan kerangka kerja (framework) implementasi rencana aksi yang lebih konkrit dan spesifik yang  dapat langsung mengatasi akar permasalahan untuk peningkatan kesejahteran nelayan-nelayan kecil yang lebih baik kedepannya. Sehingga dapat tercapai ketahanan pangan dan perbaikan perekonomian nelayan, khususnya di Indonesia.

5.000 Kapal Ikan untuk Nelayan

JAKARTA (SK) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana memberikan bantuan kapal tangkap ikan kepada nela-yan tahun depan. Total kapal yang dibagikan sebanyak 5.000 unit dengan berbagai ukuran.
“Kami mau bikin 5.000 kapal. Ini akan dibagikan ke nelayan,” kata Sekjen Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), Syarief Widjaja, usai pertemuan tertutup dengan Menteri Kelautan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Pejabat Eselon I KKP di Jakarta, akhir pekan lalu.
Kapal tersebut dianggarkan untuk tahun depan dengan total alokasi dana Rp4,7 triliun. “Itu dalam rangka 2016. Sekarang, kami mulai siap-siap,” ujarnya.
Nanti, kapal bantuan tersebut akan diserahkan langsung kepada nelayan. Untuk ukuran, kapal gratis ini akan disesuaikan dengan kebutuhan nelayan di setiap daerah. Langkah ini dilakukan karena KKP belajar dari bantuan kapal periode lalu. Nelayan pernah menolak kapal ikan berbobot 30 Gross Tonnage (GT) karena dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan. “Kami akan survei langsung ke nelayan,” kata dia.
Dalam pengadaan kapal-kapal ini, Syarief mengatakan, KKP akan menggandeng seluruh galangan kapal di tanah air untuk membangun 5.000 kapal tangkap ikan. “Galangan kapal diundang semua. Karena banyak kapalnya. Seluruh Indonesia yang bikin,” ujarnya.
Selanjutnya, KKP akan memberdayakan pulau-pulau terdepan Indonesia.
Caranya, Susi menawarkan 31 dari 92 pulau terluar Indonesia hingga tahun 2019 ke investor. KKP akan mengembangkan dan mempromosikan potensi industri perikanan lokal yang sangat besar di pulau terluar Indonesia. Para pengusaha dan investor dari dalam dan luar negeri diundang masuk. “Kami undang pengusaha lokal, investor asing kedutaan negara bersahabat. (ags)

Pemerintah Siapkan UU Perlindungan Nelayan, Apa Saja Isinya?

Ilustrasi Nelayan

AS Bebaskan Tarif Impor Produk Perikanan RI


Jumat, 04 September 2015

DPR Minta Kementerian PUPR Prioritaskan Nelayan



Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta Kementerian Pekerjaaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memprioritaskan kebutuhan hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya nelayan.

Wakil Ketua Komisi V DPR RI Muhidin Mohamad Said menuturkan pihaknya mendorong adanya percepatan realisasi program perumahan, baik dari sisi suplai maupun permintaan.

Dari segi suplai, dia menginginkan agar segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), terutama kalangan nelayan menjadi prioritas. 

“Kita mau supaya nelayan mendapatkan prioritas khusus dan Pak Menteri Basuki sepakat dengan itu,” ujarnya pada Bisnis.com setelah melakukan rapat bersama Kementerian PUPR di Kantor DPR, Rabu (2/9/2015).

Menanggapi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan sudah merencanakan pengembangan perumahan pesisir pantai pada beberapa titik di Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Papua.

Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin menambahkan tahun ini Kementerian PUPR menargetkan pembangunan 2.600 unit rumah nelayan.

“Kepemilikan rumah akan diberikan secara gratis,” tuturnya.

Kamis, 03 September 2015

Pembinaan Mutu, Penyuluhan dan Monitoring Penanganan Hasil Perikanan Pada Unit Pengolahan ikan

Pembinaan Mutu, Penyuluhan dan Monitoring Penanganan Hasil Perikanan Pada Unit Pengolahan ikan
Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu (PPN Karangantu) dan Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu (SKIPM) Kelas II Merak bekerja sama dengan melaksanakan pembinaan mutu, penyuluhan dan Monitoring Penanganan Hasil Perikanan Pada Unit Pengolahan Ikan di Wilayah Kota Serang. Pelaksanaan Kegiatan tersebut didasarkan pada :
- UU No. 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan 
- UU No. 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan kehutanan 
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2012 Tentang Kepelabuhanan Perikanan 
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.019/MEN/2010 Tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan 
- Permen PAN No. 1 Tahun 2011 Tentang Jabatan Fungsional Pengawas Perikanan dan Angka Kreditnya 
- Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep. 54/MEN/2011 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya. 
       Pelaksanaan kegiatan tersebut berisi Pendataan, Pemetaan, pembinaan yang selanjutnya pada penyelenggaraan sosialisasi tentang Jaminan Mutu Hasil Perikanan dan Sertifikasi Cara Penanganan Ikan yang Baik oleh Badan Karantinan Ikan dan Pengendalian Mutu melalui Stasiun Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu. Adapun Pelaksanan Kegiatan tersebut terdiri dari : 
- Elfando Mada, S.Pi (Calon Pengawas Mutu) 
- Ilham Muttaqin, S.St.Pi (Penyuluh Perikanan) 
- Siti Yunipa (Pengawas Mutu) 
- Jimmy Margono, S.St.Pi (Pengendali Hama Penyakit Ikan) 
- Lansan Fikr (Pengendali Hama Penyakit Ikan)

Selasa, 01 September 2015

PENUMBUHKEMBANGAN KELOMPOK PERIKANAN

PENUMBUHKEMBANGAN KELOMPOK PERIKANAN

Oleh: Ilham Muttaqin, S.St.Pi
PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang
Penyuluhan Perikanan merupakan proses pembelajaran dalam rangka peningkatan kapasitas kemampuan para pelaku utama dan/atau pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan untuk mengorganisasikan dirinya dalam mengembangkan bisnis perikanan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya dengan tetap memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dalam implementasinya telah ditempuh berbagai kebijakan salah satunya melalui revitalisasi penyuluhan perikanan dengan menata kembali sistem kelembagaan penyuluhan perikanan.
Pada dasarnya, kelembagaan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, terdiri atas kelembagaan penyuluhan pemerintah, kelembagaan penyuluhan swasta dan kelembagaan penyuluhan swadaya. Mengingat saat ini dimasyarakat telah tumbuh dan berkembang berbagai kelembagaan pelaku utama perikanan, tetapi kelembagaan tersebut masih didominasi oleh usaha perikanan kecil yang dikelola masyarakat secara tradisional, lokasinya tersebar parsial dan kurang memiliki kompetensi antara satu usaha dengan usaha lainnya, dikelola dengan manajemen yang kurang baik serta sulitnya mengakses informasi, teknologi dan permodalan dan juga belum terintegrasi dengan baik. Untuk itu diperlukan adanya sentuhan dari Pemerintah dan pemerintah daerah dalam bentuk  fasilitasi dan pemberdayaan kelembagaan pelaku utama perikanan melalui pengelolaan dan pembenahan kelembagaan pelaku utama perikanan sehingga diharapkan menjadi sebuah organisasi yang kuat dan mandiri serta mampu mencapai tujuan yang diharapkan anggotanya.
Salah satu bentuk fasilitasi Pemerintah dan pemerintah daerah dalam pemberdayaan kelembagaan pelaku utama perikanan dapat dilaksanakan melalui inisiasi dan kemandirian dalam pengembangan kegiatan penyuluhan perikanan. Dalam pelaksanaan pemberdayaan terhadap kelembagaan pelaku utama perikanan diperlukan adanya kesamaan pengertian, kesamaan gerak, dan kesamaan bahasa pada kondisi dan tempat yang berbeda. Berkenaan dengan hal tersebut diatas, maka Pemahaman  Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan ini sangat diperlukan.

B. Pengertian
Dalam penumbuhan dan pengembangan kelembagaan pelaku utama perikanan ini, yang dimaksud dengan :
  1.  Kelembagaan pelaku utama perikanan adalah kumpulan para pelaku utama yang terdiri dari nelayan, pembudi daya ikan, dan pengolah ikan yang terikat secara informal atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta di dalam lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang ketua kelompok pelaku utama kelautan dan perikanan.
  2.  Penumbuhan kelembagaan pelaku utama adalah proses inisiasi dan fasilitasi tumbuhnya suatu kerjasama yang bersumber dari kesadaran pelaku utama dengan cara bergabung dalam kelompok untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan prinsif kesamaan kepentingan, sumberdaya alam, sosial ekonomi, keakraban, saling mempercayai, dan keserasian hubungan antara pelaku utama sehingga dapat merupakan faktor pengikat untuk kelestarian kehidupan berkelompok, dimana setiap anggota kelompok dapat merasa memiliki dan menikmati manfaat sebesar-besarnya dari apa yang ada dalam kelompok.
  3. Pengembangan kelembagaan Pelaku utama adalah adalah upaya mewujudkan kelembagaan pelaku utama yang dinamis, dimana para pelaku utama mempunyai disiplin, tanggungjawab dan terampil dalam kerjasama mengelola kegiatan usahanya, serta dalam upaya meningkatkan skala usaha dan peningkatan usaha kearah yang lebih besar dan bersifat komersial, kelompok pelaku utama dikembangkan melalui kerjasama antar kelompok dengan membentuk gabungan kelompok perikanan (Gapokkan), Asosiasi dan Korporasi.
  4. Pelaku utama kegiatan perikanan adalah nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, pemasar hasil perikanan, dan masyarakat yang melakukan usaha dibidang kelautan dan perikanan beserta keluarga intinya.
  5. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
  6. Pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan.
  7. Pengolah ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan usaha pengolahan ikan.
  8. Pemasar hasil perikanan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan kegiatan pemasaran ikan dan produk ikan.
  9. Penyuluh Perikanan adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan perikanan baik penyuluh PNS, swasta, maupun swadaya.
  10. Fasilitasi adalah upaya memberikan kemudahan dalam bentuk intervensi atau dukungan yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas individu, kelompok atau kelembagaan dalam masyarakat, agar mereka mampu mengerahkan potensi dan sumber daya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
  11. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap sektor kelautan dan perikanan sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri bagi kesejahteraannya sendiri, serta dapat berpartisipasi secara aktif dalam keseluruhan proses pembangunan.
  12. Kelompok Usaha Bersama, yang selanjutnya disebut KUB adalah badan usaha non badan hukum yang berupa kelompok yang dibentuk oleh nelayan berdasarkan hasil kesepakatan/musyawarah seluruh anggota yang dilandasi oleh keinginan bersama untuk berusaha bersama dan dipertanggungjawabkan secara bersama guna meningkatkan pendapatan anggota.
  13. Kelompok Pembudidaya Ikan, yang selanjutnya disebut POKDAKAN adalah kumpulan pembudidayaan ikan yang terorganisir.
  14. Kelompok Pengolah Pemasar, yang selanjutnya disebut POKLAHSAR adalah kelompok pengolah dan/atau pemasaran hasil perikanan yang melakukan kegiatan ekonomi bersama dalam wadah kelompok.
  15. Kelompok Usaha Garam Rakyat, yang selanjutnya disebut KUGAR adalah kumpulan Pelaku Usaha produksi garam rakyat yang terorganisir yang dilakukan di lahan tambak (petambak garam rakyat), dengan cara perebusan (pelaku usaha produksi garam dengan cara perebusan) atau dengan cara mengolah air laut menjadi garam (pelaku usaha produksi garam skala rumah tangga).
  16. Kelompok masyarakat pengawas, yang selanjutnya disebut POKMASWAS adalah kelompok masyarakat yang ikut membantu dalam hal pengawasan dan pembinaan terhadap keamanan, pengelolaan dan pemanfaatan potensi alam yang ada di kawasan pesisir dan laut.
  17. Gabungan Kelompok Perikanan, yang selanjutnya disebut GAPOKKAN adalah kumpulan atau gabungan dari kelompok-kelompok perikanan dari beberapa bidang yang mempunyai tujuan bersama.
  18. Asosiasi Perikanan adalah kumpulan dari gabungan kelompok perikanan yang mempunyai tujuan bersama dengan jenis usaha yang sama.
  19. Kelas Pemula adalah kelas kelompok pelaku utama perikanan dengan nilai terbawah dan terendah pada batas skoring penilaian dari 0 sampai dengan 350 dari segi kemampuannya dalam penguasaan teknologi, pengorganisasian, skala usaha, kemampuan permodalan, kemitraan/kerja sama, dan akses informasi pasar, serta diberikan piagam pengukuhan yang ditandatangani oleh Kepala Desa/Lurah.
  20. Kelas Madya adalah kelas kelompok pelaku utama perikanan dengan nilai menengah pada batas skoring penilaian dari 351 sampai dengan 650 dari segi kemampuannya dalam penguasaan teknologi, pengorganisasian, skala usaha, kemampuan permodalan, kemitraan/kerjasama, dan akses informasi pasar, serta sudah melakukan kegiatan perencanaan meskipun masih terbatas, dan diberikan piagam pengukuhan yang ditandatangani oleh Camat.
  21. Kelas Utama adalah kelas kelompok pelaku utama perikanan dengan nilai tertinggi pada batas skoring penilaian dari 651 sampai dengan 1.000 dari segi kemampuannya dalam penguasaan teknologi, pengorganisasian, skala usaha, kemampuan permodalan, kemitraan/kerjasama, dan akses informasi pasar, serta sudah melakukan kegiatan dalam perencanaan sampai pelaksanaan meskipun masih terbatas, dan diberikan piagam pengukuhan yang ditandatangani oleh Bupati.








II. KELEMBAGAAN  PELAKU  UTAMA  PERIKANAN

A. Bentuk Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan
Kelembagaan pelaku utama kegiatan perikanan dapat berbentuk kelompok, gabungan kelompok, asosiasi, atau korporasi.
Kelembagaan pelaku utama kegiatan perikanan tersebut berbentuk:
1. KUB yang dibentuk oleh nelayan;
2. POKDAKAN yang dibentuk oleh pembudi daya ikan; dan
3. POKLAHSAR yang dibentuk oleh pengolah dan pemasar ikan.
4. KUGAR yang dibentuk oleh petambak garam;
5. POKMASWAS yang dibentuk oleh masyarakat dalam rangka pengawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.

B. Karakteristik Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan
1. Ciri Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan
a. Kelompok Perikanan
1) memiliki jumlah anggota kelompok 10 – 25 orang;
2) pelaku utama yang berada di dalam lingkungan pengaruh seorang ketua    kelompok;
3) mempunyai tujuan, minat dan kepentingan yang sama terutama dalam bidang   usaha perikanan;
4) memiliki kesamaan-kesamaan dalam tradisi/kebiasaan, domisili, lokasi usaha, status ekonomi, bahasa;
5) bersifat informal;
6) memiliki saling ketergantungan antar individu;
7) mandiri dan partisipatif;
8) memiliki aturan/norma yang disepakati bersama; dan
9) memiliki administrasi yang rapi.
b. Gabungan Kelompok Perikanan
1) terdiri dari 5 – 10 kelompok dalam satu kawasan potensi perikanan;
2) memiliki kesamaan prinsip kebersamaan dan kemitraan dalam meningkatkan produksi dan pendapatan usaha perikanan;
3) mandiri;
4) memiliki struktur organisasi kelembagaan pelaku utama kelautan dan perikanan;
5) memiliki usaha perikanan secara komersial;
6) berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum dalam mengembangkan usahanya;
7) mempunyai tujuan, minat dan kepentingan yang sama terutama dalam bidang usaha perikanan;
8) bersifat informal;
9) memiliki aturan/norma yang disepakati bersama;
10) memiliki administrasi yang rapih.
c. Asosiasi Perikanan
1) terdiri dari minimal 3 GAPOKKAN;
2) memiliki kesamaan jenis usaha;
3) memiliki prinsip kebersamaan dan kemitraan dalam meningkatkan produksi dan pendapatan usaha perikanan;
4) mandiri;
5) memiliki usaha perikanan secara komersial;
6) berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum dalam mengembangkan usahanya;
7) mempunyai tujuan, minat dan kepentingan yang sama terutama dalam bidang usaha perikanan;
8) bersifat informal;
9) memiliki aturan/norma yang disepakati bersama;
10) memiliki administrasi yang rapih.
d. Korporasi Perikanan
1) anggota terdiri dari 2 perusahaan perikanan atau lebih;
2) memiliki badan hukum;
3) prinsip kebersamaan dan kemitraan dalam meningkatkan produksi dan pendapatan usaha perikanan;
4) memiliki usaha perikanan secara komersial;
5) mempunyai tujuan, minat dan kepentingan yang sama terutama dalam bidang usaha perikanan;
6) bersifat informal;
7) memiliki aturan/norma yang disepakati bersama;
8) memiliki administrasi yang rapih.
2. Unsur Pengikat Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan
Kelembagaan pelaku utama perikanan yang madiri dapat terjadi
karena adanya pengikat yang kuat diantara mereka. Unsur-unsur pengikat
tersebut adalah:
a. Adanya kepentingan yang sama;
b. Adanya motivasi untuk berkembang diantara mereka;
c. Adanya saling mengenal dengan baik antara sesama anggotanya, akrab, dan saling percaya mempercayai;
d. Adanya sentra/kluster/kawasan/areal/zona yang menjadi tanggung jawab bersama diantara anggotanya;
e. Adanya struktur organisasi dan pembagian tugas yang jelas;
f. Adanya pengelolaan administrasi, sarana dan prasarana serta keuangan secara bersama;
g. Adanya kader yang berdedikasi untuk menggerakkan para pelaku utama
dan kepemimpinannya diterima oleh sesama pelaku utama lainnya;
h. Adanya kegiatan yang dapat memberi manfaat bagi sebagian besar anggotanya;
i. Adanya dorongan dari tokoh masyarakat setempat untuk mendukung program yang  telah ditentukan;
j. Adanya jejaring kerja/usaha serta akses terhadap kelembagaan keuangan dan pasar;
k. memiliki akses terhadap teknologi dan informasi; dan
l. unsur pengikat lainnya.

3. Fungsi Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan
Kelembagaan pelaku utama perikanan mempunyai fungsi sebagai:
a.Wadah Proses Pembelajaran
Sebagai wadah proses pembelajaran, kelembagaan pelaku utama perikanan merupakan media interaksi belajar antar pelaku utama dari anggota kelompoknya. Mereka dapat melakukan proses interaksi edukatif dalam rangka:
1) mengadopsi teknologi inovasi;
2) saling asah, asih dan asuh dalam menyerap suatu informasi dengan fasilitator atau   pemandu dari penyuluh perikanan;
3) mengambil kesepakatan dan tindakan bersama apa yang akan diambil dari sebuah kegiatan bersama. Dengan demikian proses kemandirian kelompok akan dapat tercapai.
Di dalam kelompok sebagai kelas belajar para pelaku utama akan dapat melakukan komunikasi multi dimensional. Mereka dapat mempertukarkan pengalaman masing-masing, sehingga akan membuat pelaku utama semakin dewasa untuk dapat keluar dari masalahnya sendiri, tanpa adanya ketergantungan dari penyuluh perikanan.
b. Wahana Kerjasama
Sebagai wahana kerjasama, kelembagaan pelaku utama perikanan merupakan cerminan  dari keberadaan suatu kelompok. Kelembagaan pelaku utama perikanan harus dapat berfungsi sebagai wadah kerjasama antar pelaku utama dalam upaya mengembangkan kelompok dan membina kehidupan pelaku utama.
c. Unit Penyedia Sarana dan Prasarana Produksi Perikanan
Kelembagaan pelaku utama perikanan sebagai unit penyedia sarana dan prasarana, erat hubungannya dengan fungsi unit produksi perikanan. Misalnya dalam sebuah produksi budidaya ikan gurame, kelompok dapat berperan sebagai penyedia benih ataupun sarana produksi lainnya.
d. Unit Produksi Perikanan
Kelompok pelaku utama perikanan sebagai unit produksi, erat hubungannya dengan fungsi wadah kerjasama. Misalnya kelompok pembudidaya ikan, dalam pengadaan sarana produksi, perkreditan, dan pemasaran hasil, sehingga dengan melaksanakan kegiatan produksi secara bersama-sama akan lebih efisien.
e. Unit Pengolahan dan Pemasaran
Kelompok pelaku utama perikanan sebagai unit pengolahan dan pemasaran, erat hubungannya dengan fungsi wadah kerjasama. Misalnya kelompok pengolah hasil perikanan, dalam melaksanakan kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil secara bersama-sama akan lebih efisien serta dapat menjamin kestabilan harga produk.
f. Unit Jasa Penunjang
Kelembagaan pelaku utama perikanan juga dapat berfungsi sebagai sebuah unit usaha yang mengelola usaha diluar usaha pokoknya seperti jasa penyewaan, jasa percontohan, jasa konsultasi, dan lain-lain.
g. Organisasi Kegiatan Bersama
Kelembagaan pelaku utama berfungsi sebagai organisasi kegiatan bersama dimana pelaku utama akan belajar mengorganisasi kegiatan secara bersama-sama melalui pembagian dan pengkoordinasian pekerjaan dengan mengikuti tata tertib sebagai hasil kesepakatan bersama.
h. Kesatuan Swadaya dan Swadana
Kelembagaan pelaku utama perikanan sebagai kesatuan swadaya dan swadana merupakan kelembagaan yang mandiri, baik dalam hal penyelesaian masalah bersama maupun dalam penguatan dan pengembangan modal usaha   anggota, misalnya melakukan pemupukan modal bersama untuk menyediakan        modal bagi anggotanya melalui penumbuhan budaya menabung, iuran, dan       sebagainya. Dengan demikian, anggota mendapatkan kemudahan dalam        mendapatkan modal usaha, bermitra dengan lembaga keuangan, serta mempermudah dalam akses pemasarannya.
    III.  PENUTUP
 Kelembagaan kelompok pelaku utama perikanan antara lain ; Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang dibentuk oleh nelayan, Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN) yang dibentuk oleh pembudi daya ikan, Kelompok Pengolah dan Pemasaran (POKLAHSAR) yang dibentuk oleh pengolah dan pemasar ikan, Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) yang dibentuk oleh petambak garam, dan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) yang dibentuk oleh masyarakat dalam rangka pengawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.
 Semua kelompok yang tumbuh tersebut  merupakan kesatuan dan swadana yang merupakan kelembagaan mandiri dan  dalam penumbuhan dan pengembangannya membutuhkan suatu pemahaman yang sama baik  dalam pengertian, kesamaan gerak, dan kesamaan bahasa, untuk itu dalam tulisan berikutnya akan dibahas bagaimana teknik penumbuhan kelembagaan pelaku utama perikanan.